Kamis, 19 November 2009

LBH NTB Desak Refleksikan Model Pencegahan Konflik

Kota Bima, Bimeks.-
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) NTB bereaksi menyusul jatuhnya korban jiwa saat aparat gabungan mendekati warga agar menyerahkan senjata tajam dan senjata api rakitan di Desa Ngali Kecamatan Belo. Upaya aparat Kepolisian dan TNI itu bukannya menyelesaikan konflik, tetapi semakin memanaskan suasana.
“Hal ini akan berdampak tidak positifnya tindakan aparat untuk menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung selama setahun itu,” kata Koordinator Investigasi dan Advokasi LBH NTB, Tarmizi, SH, dalam pernyataan pers yang diterima redaksi Bimeks, Kamis.
Diiingatkannya, dalam menyelesaikan konflik harus diawali analisis mendalam apa yang menjadi dasar atau akar konflik, kemudian pemetaan sejarah konflik, pemetaan simptom untuk melihat kapan eskalasi, kapan des-eskalasi dan bagaimana struktur konfliknya. Selain itu, siapa saja aktor utamanya, analisis momentum untuk melihat momentum apa yang digunakan dalam konflik. Kemudian identifikasi kapasitas ‘early response’ hingga analisis trend yang akan terjadi kemudian dalam konflik itu.
Hal yang perlu dicermati dalam penangganan konflik oleh aparat pemerintah, katanya, harus ada keselamatan pada setiap individu yang berkonflik. Jika tidak ada, maka otoritas itu dapat dikatakan sangat lemah, sehingga tidak mampu menjamin keselamatan individu-individu di dalam masing-masing kelompok itu.
Menurut ahli perdamaian, Brown, jika otoritas itu tidak berfungsi dengan baik, yakni dimana anarki berkuasa, semua kelompok haruslah menyediakan pertahanan dirinya sendiri-sendiri. “Setiap kelompok resah, apakah kelompok lain akan menyerang mereka, atau ancaman dari kelompok lain akan memudar dengan berjalannya waktu,” katanya.
Pada akhirnya, jelasnya, hal ini akan memicu tindakan serupa dari kelompok lain, sekaligus meningkatkan ketegangan politis keduanya. Inilah yang disebut Brown sebagai dilema keamanan (security dilemma). Akan tetapi, mereka tetap bertindak, karena mereka sendiri merasa terancam oleh tindakan dari kelompok lain. “Inilah yang biasanya terjadi pada masyarakat,” ingatnya.
 Diharapkannya, hal-hal itu semestinya harus diperhatikan oleh aparat pemerintah ketika pengamanan dan pencegahan konflik, bukan kemudian kembali memicu konflik baru.
 LBH NTB mendesak segera menghentikan segala bentuk ‘sweeping’ terhadap warga Ngali dan Renda. Kepolisian harus segera merefleksi model upaya pencegahan konflik yang dilakukan.
Saat ini, karena banyaknya konflik pertikaian antarkampung di NTB, pihak Kepolisian harus melakukan upaya sistem pencegahan dini ‘early warning system’ untuk merespon konflik dan tindakan resolusi konflik.
LBH NTB juga mendesak Kapolri harus mengusut tuntas penembakan yang dilakukan bawahannya dan menemukan fakta hukum bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan gabungan itu. Jika aparat salah dalam menerapkan prosedur penangganan konflik, Kapolri harus menonaktifkan Kapolda NTB, Kapolres Kota Bima, Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu.
Aparat TNI diharapkan LBH NTB, tidak terlibat dalam konflik yang terjadi antarwarga  sipil. Karena upaya ini merupakan ranah Kepolisian sebagai aparat penjaga harus bertanggungjawab terhadap rasa aman bagi warga negaranya.
Hal lainnya, LBH NTB mendesak pemerintah Provinsi NTB dan daerah serius menyelesaikan konflik Renda-Ngali, serta perlindungan terhadap warga yang tidak terlibat konflik. (BE.12)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar