Selasa, 24 November 2009

SLB Butuh Guru Seni dan Ketrampilan

Kota Bima, Bimeks.-
Dewan Guru dan Komite Sekolah Luar Biasa (SLB) Darma Wanita Kota Bima mengharapkan perhatian pemerintah. Bentuknya agar menempatkan tenaga pengajar yang memiliki latar belakang pendidikan seni dan keterampilan. Hal itu untuk membantu pendidikan siswa-siswi penyandang cacat agar lebih terampil dan kreatif.
Demikian disampaikan Kepala SLB Darma Wanita Kota Bima, Drs Akbar, Senin lalu, mengenai kekurangan yang dialami sekolah itu dalam kegiatan belajar-mengajar (KBM) di sekolah itu.
Katanya, hingga saat ini eksistensi guru pendidikan seni dan keterampilan, terutama seni musik dan keterampilan menganyam, sangat dibutuhkan. Mereka akan mengajari murid-murid tentang cara praktis merangkai bahan menjadi sesuatu benda yang bermanfaat. Seperti menganyam tas sekolah dan mainan anak-anak.
Selain itu, ujar Akbar, mengajari penggunaan alat-alat musik yang dapat dijadikan modal untuk mengais rejeki ketika tamat sekolah nanti. “Kami kesulitan guru yang punya keahlian dan keterampilan seperti guru musik dan keterampilan menganyam. Guru di sini pada umumnya tidak memiliki latar belakang pendidikan kesenian atau keterampilan,” katanya Senin (23/11) di sekolah setempat.
Disebutkannya, jumlah guru di sekolah itu ada 18 orang, terdiri dari 8 PNS, 6 guru honor APBN dan 4 guru sukarela. Seluruhnya dari pendidikan umum. “Jadi, ketika mata pelajaran keterampilan dan seni, kita tidak bisa mengajar 100 persen karena latar belakang kita bukan guru keterampilan atau seni musik,” ujarnya.
Dikatakannya, setiap murid memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Bila ada yang tidak mampu untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, maka keahlian bermain musik dan keterampilan menganyam menjadi modal utama bagi mereka.
Dicontohkannya, murid yang memiliki keterbelakangan mental (tuna grahita). Ada yang mampu fisik dan ada yang mampu latih. IQ-nya rata-rata 60 ke bawah. Cara mendidiknya sesuai dengan kemampuan mereka, tidak seperti anak tunanetra dan tunarungu atau tunadaksa yang IQ-nya rata-rata 60 ke atas. “Tunanetra hanya tidak bisa melihat, tunarungu hanya tidak bisa mendengar, dan tunadaksa hanya kurang lugas bergerak karena cacat tubuh. Namun rata-rata IQ mereka cukup bagus untuk menyerap pendidikan formal,” katanya.
Hanya saja, katanya, tunagrahita yang tidak bisa diformalkan, ini perlu diberikan keterampilan dan seni musik. Kalau hanya bisa menganyam perlu diberikan keterampilan, demikian juga musik. “Pokoknya, kalau mereka sudah terampil dan ahli, itu tanda keberhasilan pendidikan karena yang terutama adalah untuk menolong dirinya sendiri kemudian kelak,” jelasnya.
Ditambahkannya, jumlah murid saat ini sebanyak 93 orang yang tersebar pada tiga tingkatan, yaitu TK 40 orang, SD 13 orang, dan SMP 52 orang dengan masing-masing tingkatan terdiri dari empat kelas. Kelas A untuk murid tunanetra (cacat mata), kelas B murid tunarungu (cacat pendengaran), kelas C tuna grahita (cacat mental) dan kelas D tuna daksa (cacat tubuh).
“Harapan kami, jika Pemkot Bima bisa tolong diperhatikan. Sekolah kami butuh guru yang punya kemamapuan untuk mendidik dan melatih anak-anak supaya nanti saat lulus punya keterampilan dan keahlian,” harapnya. (K07)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar