Senin, 23 November 2009

Rumah Disegel, Warga Merasa Dizalimi

Kota Bima, Bimeks.-
Suasana jalan Jenderal Soedirman di depan Sekretariat DPRD Kota Bima, mendadak tegang. Sejumlah kerabat H Abdul Akhir, pemilik rumah baru di lokasi setempat, memrotes tindakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bima yang tiba-tiba menyegel rumah mereka. Lokasi itu dipasangi papan pengumuman di lokasi dan akan digunakan sebagai fasilitas umum.
Pemilik rumah yang juga menantu Abdul Akhir, Elfaisal, SEI, MM, menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan “brutal” dan mengintervensi hak milik warga sipil. Tanpa pemberitahuan, sekitar pukul 10.00 Wita sejumlah aparat Sat Pol PP Kota Bima, Asisten I Kota Bima, Syahrullah, SH, dan sejumlah pegawai Dinas Tata dan Perubahan Kota Bima, tiba-tiba memalang rumah itu dengan memasang papan pengumuman.
“Kami sangat merasa dizalimi, hak kami mau dirampas. Kalau dibilang ini lahan abadi, kenapa kantor Camat Mpunda berdiri megah di belakang lahan hijau itu,” katanya kecewa.
Diakui PNS Kabupaten Bima ini, sejak awal Februari lalu, keluarganya sudah berupaya mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di DTKP Kota Bima. Namun, saat itu, berkas permohonannya dikembalikan, dengan alasan karena belum memiliki Rencana Anggaran Belanja (RAB) bangunan. Setelah itu, berkas itu pun dilengkapi dengan menyusun RAB dan mengajukannya kembali kepada DTKP Kota Bima.
Namun, hingga tiga bulan kemudian, pemerintah tidak memberikan respons balik kepastian status ijin yang diajukan. “Sebagai warga yang baik, kita berusaha melengkapi semua yang menjadi kewajiban, tapi sampai tiga bulan belum ada tanggapan. Kalau memang lebih dari tiga bulan Perda yang dibuat pemerintah patut kita pertanyakan,” katanya.
Menurut Faisal, jika pun alasan pemerintah berupaya mengintervensi keluarganya agar mengosongkan lahan itu untuk kepentingan umum, tidak berdasar. Pasalnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Fasilitas Umum, Bangunan atau Kantor Pemerintah bukan termasuk bagian dari fasiltas umum. Apalagi, pembangunan rumah miliknya itu sudah mengantungi ijin sertifikat bangunan, bukan lagi lahan sawah. Meskipun lahan dilokasi itu merupakan tanah warisan dari kerabatnya.
“Dulu alasannya ini lahan abadi, terus kami tanpa dengan sertifikat bangunan yang kami miliki, sekarang alasanya mau digunakan fasilitas umum. Kami merasa sangat dizalimi,” katanya.
Sementara itu, Asisten I Setda Kota Bima, Syahrullah, SH, yang dikonfirmasi wartawan melalui saluran telepon selularnya, membenarkan pemasangan plang pengumuman di lokasi bangunan baru milik warga itu. Menurutnya, langkah yang dilakukan pemerintah itu sudah tepat dan berdasar, karena lokasi itu direncakan akan digunakan sebagai fasilitas umum.
“Di daerah itu akan dibangun fasilitas umum, bukan lahan abadi makanya kita lobi pemilik tanahnya lagi pemilik tanah termasuk menyiapkan lahan penggantinya dan ganti rugi bangunan,” katanya.
Kalau masih lobi, mengapa lokasi itu tiba-tiba langsung disegel dan mengintervinsi warga sipil? “Memang itu bukan lahan abadi, tapi kita mau gunakan untuk fasilitas umum, kita juga punya dasar melakukan itu, sesuai yang diatur dalam undang-undang tanah dan bangunan itu dikasai negara untuk kepentingan umum,” katanya. (BE.17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar