Senin, 09 November 2009
Kecil, Potensi Kekuatan Gempa Susulan
Kota Bima, Bimeks.-
Guncang gempa tektonik 6,7 Skala Ritcher (SR) menyebabkan masyarakat Bima trauma. Apalagi, guncangan kali ini dinilai lebih dahsyat. Lalu, apakah ada kemungkinan gempa susulan? Inilah pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima, I Nyoman Arga, menjelaskan gempa yang terjadi pada Senin pukul 03.41.46 Wita tidak berpotensi tsunami. Selain itu, potensi gempa susulan ada namun berkekuatan (magnitude) rendah.
Arga menjelaskan, secara umum daerah NTB termasuk Bima tercakup dalam daerah jalur patahan (fault) antara lempeng Indo-Australia dengan Euresia, sehingga berpotensi gempa. Salah satu lempeng itu selalu bergerak, puncaknya gerakan itu dirasakan hingga ke permukaan bumi. “Pada umumnya NTB masuk dalam daerah jalur lempeng,” ujar Arga saat ditemui di Palibelo, Senin (9/11).
Dikatakannya, meskipun getaran gempa cukup kuat dirasakan dan mencapai 6,7 SR, gempa sangat kecil bisa memicu tsunami. Karena umumnya tsunami ditandai dengan gempa dengan magnitude 7 SR ke atas. “Kalau skalanya dibawah tujuh SR, itu kecil kemungkinannya,” katanya.
Selain itu, dijelaskannya, gempa susulan hanya memiliki kekuatan lebih kecil dibandingkan dengan gempa awal, sehingga masyarakat tak perlu panik. Umumnya, gempa susulan merupakan penyesuaian setelah gerakan lempeng terjadi. “Kalaupun terjadi susulan kekuatannya kecil,” katanya.
Arga mengaku, untuk memantau perubahan alam, seperti banjir, angin, kelembaban udara atau cuaca serta tsunami, belum lama ini BMKG Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima telah memasang alat AWS (Automatic Waiser Station) yang dipasang di wilayah Belo. Secara umum, alat ini dapat memancarkan sinyal tentang perubahan kondisi alam sehingga dapat diketahui lebih awal. Pengolahan data dari alat ini langsung dilakukan oleh BMKG Pusat.
Dikatakannya, sebelumnya BMKG Bandara Sultan Muhammad Salahuddin juga sudah menawarkan pemasangan alat ini di wilayah Kota Bima, hanya saja tidak direspons positif oleh pemerintah setempat. “Kita sudah mencoba memasang di wilayah Kota Bima juga, sehingga bisa terkontrol, tapi tidak ada tanggapan dari pemerintahnya,” pungkas Arga. (BE.17)
Guncang gempa tektonik 6,7 Skala Ritcher (SR) menyebabkan masyarakat Bima trauma. Apalagi, guncangan kali ini dinilai lebih dahsyat. Lalu, apakah ada kemungkinan gempa susulan? Inilah pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima, I Nyoman Arga, menjelaskan gempa yang terjadi pada Senin pukul 03.41.46 Wita tidak berpotensi tsunami. Selain itu, potensi gempa susulan ada namun berkekuatan (magnitude) rendah.
Arga menjelaskan, secara umum daerah NTB termasuk Bima tercakup dalam daerah jalur patahan (fault) antara lempeng Indo-Australia dengan Euresia, sehingga berpotensi gempa. Salah satu lempeng itu selalu bergerak, puncaknya gerakan itu dirasakan hingga ke permukaan bumi. “Pada umumnya NTB masuk dalam daerah jalur lempeng,” ujar Arga saat ditemui di Palibelo, Senin (9/11).
Dikatakannya, meskipun getaran gempa cukup kuat dirasakan dan mencapai 6,7 SR, gempa sangat kecil bisa memicu tsunami. Karena umumnya tsunami ditandai dengan gempa dengan magnitude 7 SR ke atas. “Kalau skalanya dibawah tujuh SR, itu kecil kemungkinannya,” katanya.
Selain itu, dijelaskannya, gempa susulan hanya memiliki kekuatan lebih kecil dibandingkan dengan gempa awal, sehingga masyarakat tak perlu panik. Umumnya, gempa susulan merupakan penyesuaian setelah gerakan lempeng terjadi. “Kalaupun terjadi susulan kekuatannya kecil,” katanya.
Arga mengaku, untuk memantau perubahan alam, seperti banjir, angin, kelembaban udara atau cuaca serta tsunami, belum lama ini BMKG Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima telah memasang alat AWS (Automatic Waiser Station) yang dipasang di wilayah Belo. Secara umum, alat ini dapat memancarkan sinyal tentang perubahan kondisi alam sehingga dapat diketahui lebih awal. Pengolahan data dari alat ini langsung dilakukan oleh BMKG Pusat.
Dikatakannya, sebelumnya BMKG Bandara Sultan Muhammad Salahuddin juga sudah menawarkan pemasangan alat ini di wilayah Kota Bima, hanya saja tidak direspons positif oleh pemerintah setempat. “Kita sudah mencoba memasang di wilayah Kota Bima juga, sehingga bisa terkontrol, tapi tidak ada tanggapan dari pemerintahnya,” pungkas Arga. (BE.17)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar