Rabu, 11 November 2009

Isu Tsunami, Warga Ambalawi Mengungsi

Bima, Bimeks.-
Entah dari mana datangnya, isu tsunami beredar luas di Kecamatan Ambalawi, Selasa (10/11) malam. Tak pelak, bayangan hitam gelombang bah itu menyebabkan warga Desa Nipa dan Nanga Raba lari berhamburan menyelamatkan diri. Mereka menuju pegunungan untuk mencari perlindungan.
Diakui, saat itu memang terjadi gempa dalam skala rendah. Isu yang berdasar itu rupanya mampu memengaruhi kondisi psikologis warga setempat. Mereka kabur dari kampung karena tak ingin berisiko.
Fahrijal Fahmi, warga Desa Nipa Kecamatan Ambalawi, membenarkan gelombang warga yang mengungsi itu. Malam hari, warga menyelamatkan diri dan mencari tempat yang lebih tinggi.
“Ada yang lari hingga Ncai Kapenta,” katanya kepada Bimeks di Ambalawi, Rabu.
Dia mengaku heran siapa yang menyebarkan informasi itu. Memang diakuinya sempat terasa ada gempa kecil.
Sekretaris Desa Nipa, Herimawan, mengaku kerusakan di desanya memang cukup parah. Banyak rumah yang ambruk, rata dengan tanah. Sekolah-sekolah juga rusak, termasuk Puskesmas Ambalawi dalam kondisi rusak berat.
“Banyak yang rusak di Nipa, rumah hancur akibat gempa,” katanya di SMAN 1 Ambalawi, Rabu.
Pantauan Bimeks, kondisi sejumlah rumah rata dengan tanah. Warga mengaku gempa yang terjadi sangat besar. Akibatnya banyak bangunan yang rusak.
Sementara itu, kondisi SMAN 1 Ambalawi rusak total. Tak ada ruangan yang bisa difungsikan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM). Kini, mereka belajar dalam tenda bantuan dari Deperteman Sosial (Depsos).
Namun, siswa mengaku kurang nyaman belajar dengan fasilitas itu. Tidak hanya tenda yang berukuran sedang, namun juga masalah kenyamanan. Siswa menganggap untuk menyerap pelajaran dibutuhkan suasana yang mendukung.
Intan, siswa kelas tiga, mengaku gerah belajar dalam tenda. Apalagi, ketika matahari sudah mulai terik, konsentrasi belajar pun kurang. “Ditambah lagi kendaraan yang lalu lalang, yang menyebabkan suasana bising,” katanya kepada Bimeks di SMAN 1 Ambalawi, Rabu (11/11).
Meski suasana tidak mendukung, mereka harus tetap belajar. Pasalnya, harus menyiapkan diri menjelang Ujian Nasional (UN) nanti.
Bambang, guru bahasa Inggris sekolah setempat, berusaha mengarahkan siswa agar nyaman belajar. Dalam pelajaran bahasa asing kemarin, dia mengangkat tema gempa 6,7 yang melanda Kota Bima.
Siswa diminta memberi tanggapan tentang gempa yang terjadi. Apa yang mereka rasakan dan kondisi warga setelah gempa terjadi.
Siswa pun memberi komentar tentang pengalaman yang dirasakannya. Pola itu ternyata cukup ampuh untuk menarik perhatian siswa karena membahas masalah yang sedang dihadapi. Temasuk kondisi sekolah yang benar-benar hancur karena gempa.
Untuk menyiasati proses belajar mengajar agar berlangsung lancar, pihak sekolah meminjam sekolah lain, terutama untuk kelas satu dan dua. Hanya siswa kelas tiga yang belajar dalam tenda. (BE.16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar