Rabu, 11 November 2009

Arif: Masih ada Tebang Pilih Kasus

Kota Bima, Bimeks.-
Saat ini, kinerja aparat penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan menjadi fokus perhatian dan sorotan masyarakat umum di Indonesia. Lantas bagaimana dengan kondisi penegakan supremasi hokum di daerah, khususnya kasus korupsi di Bima?
Akademisi STISIP Mbojo Bima, Drs Arif Sukirman, MH, menilai penegakkan supremasi hukum di Bima belum sepenuhnya maksimal. Malah, terkesan masih ada tebang pilih dalam fokus penuntasan sejumlah kasus hukum. Kasus kecil malah lebih didahulukan daripada penyelesaian sejumlah kakap, seperti dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah oknum pejabat pemerintah.
“Masih ada tebang pilih kasus, terakhir saya melihat di media, di Bima kok kasus korupsi di sekolah yang muncul terus kasus di dinas nggak ada,” ujar Arif di kampus setempat, Selasa (10/11).
Arif menilai, kondisi buruk atau tebang pilih itu tidak terlepas akibat ulah sejumlah oknum penegak hukum salah satunya dalam tubuh Kejaksaan. Padahal, semestinya, kasus yang menjadi fokus perhatian atau opini publik harus menjad skala prioritas korps Adiyaksa atau lembaga hukum lainnya. “Ini tidak terlepas karena oknum Kejaksaan, padahal kita tidak ingin institusi hukum di Bima ada pelacuran hukum, kenapa kasus-kasus besar tidak sampai ke Pengadilan,” katanya.
Dikatakannya, untuk penegakan hukum yang maksimal, Kejaksaan harus membuat skala prioritas atau penentuan kasus mana yang harus didahulukan dengan memberikan atensi khusus pada kasus yang menjadi fokus perhatian masyarakat (publik). “Kejaksaan semestinya objektif dan pelajari skala prioritas kasus. Kasus yang menjadi opini publik harus didahulukan, tapi sekarang kita yang alumni hukum melihat seolah dikebiri oleh oknum-oknum pelaksana hukum ini,” katanya.
Arif mengatakan, jika penegakkan supremasi hukum masih ‘diamputasi’ dan terjadi praktik tebang pilih kasus, suatu waktu akan muncul reaksi masyarakat yang bisa memberikan ‘rapor merah’ bagi kinerja aparat penegak hukum. “Saat ini bangsa kita ini lucu, asas hukum tapi aplikasinya kekuasaan, kalau kekuasaan sudah muncul maka poltik-lah yang main, apalagi jika mau tuntut transparansi,” katanya.
Bagaimana tanggapan aparat pelaksana hukum terhadap penilaian itu? Pelaksana Tugas (Plt) Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima, Dedy Irawan, SH menegaskan, korps Adiyaksa serius menuntaskan seluruh kasus, termasuk korupsi. Malah, saat ini penyelesaian kasus korupsi menjadi fokus aparat penegak hukum itu. Hanya saja, dalam penuntasan kasus membutuhkan proses, seperti mengecek fisik laporan dari kasus. Selain itu, membutuhkan kepastian saksi, sehinga tak semudah membalikkan telapak tangan.
“Seluruh kasus tetap menjadi fokus kita, hanya saja yang harus dipahami masyarakat hal itu butuh waktu dan proses. Misalnya kita paksakan limpahkan ke Pengadilan, bisa saja nanti mental karena tidak maksimalnya pemeriksaan,” katanya.
Sebagai bukti keseriusan Kejaksaan, saat ini sejumlah kasus dugaan korupsi sudah dilimpahkan ke Pengadilan.
Pada bagian terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Kejari Raba Bima, Rahmad Isnaini, SH, juga menegaskan korps Adiyaksa serius menyelesaikan seluruh kasus yang ditangani tanpa tebang pilih. Khusus Pidum, dari seluruh kasus yang ditangani, lebih dari 70 persen sudah diserahkan ke Pengadilan. “Contoh keseriusan kita, kasus kakap kekerasan Kole sudah di Pengadilan saat ini,” katanya. (BE.17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar