Jumat, 13 November 2009

Antisipasi Gempa dengan Cara Bersahabat

Kota Bima, Bimeks.-
Hingga saat ini, belum ada seorang pun atau alat yang bisa mendeteksi gempa bumi. Namun, tahukah Anda, dampak gempa bumi bisa diantisipasi lebih awal untuk mengurangi kerugian. Caranya, dengan lebih akrab, bersahabat, dan mengenali ciri-ciri gempa.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Geologi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTB, Ir Muhammadin.
Muhammadin mengatakan persiapan bisa dilakukan untuk meminimalisasi dampak kerusakan yang ditimbulkannya. Caranya memahami wilayah yang didiami sebagai jalur gempa bumi besar dan dapat terjadi sewaktu-waktu. “Tetap tenang dan jalani hidup seperti biasa, pelajari tentang apa dan bagaimana terjadinya gempa,” katanya saat sosialisasi Mitigasi Bencana Alam di aula ruangan Wali Kota Bima, Kamis (12/11).
Katanya, secara umum gempa tektonik disebabkan karena gerakan dua patahan lempeng berbeda dalam lapisan bumi, kedua lempeng itu umumnya saling bergerak berdekatan sehingga terjadi penujaman. Gempa bumi terjadi secara tiba-tiba.
Dikatakannya, untuk menghindari dampak gempa, masyarakat harus melihat kelayakan konstruksi bangunan, salah satunya dengan memastikan konstruksi tiang beton dipasangi besi. “Yang parah saat ini kebanyakan rumah yang rusak berat akibat gempa hanya ditopang oleh pasangan bata, besi sebagai tulang beton diganti dengan bambu,” katanya.
Muhammadin menjelaskan, bumi memiliki struktur dalam yang hampir sama dengan telur. Kuning telurnya adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. Menurut teori tektonik lempeng, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan besar yang disebut lempeng. Lempeng-lempeng ini bergerak di atas astenosfer yang lebih cair.
Katanya, penyebab gerakan lempeng disebabkan, arus konveksi yang memindahkan panas melalui zat cair atau gas. Para ilmuwan menduga, arus konveksi dalam selubung itulah yang menyebabkan lempeng-lempeng bergerak. Secara umum, lempeng bisa saling menjauh, saling bertumbukan, atau saling menggeser ke samping.
“Kadang gerakan lempeng ini macet sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai batuan pada lempeng tersebut tidak kuat menahan gerakan, sehingga terjadi pelepasan energi secara mendadak, yang kita kenal sebagai gempa bumi,” katanya.
Dikatakannya, gempa bumi dapat juga disebabkan oleh aktifitas gunung api dan runtuhan. Kondisi tektonik di wilayah Nusa Tenggara yang merupakan jalur tumbukan lempeng Hindia-Australia dengan lempeng Eurasia menyebabkan wilayah ini memiliki ancaman kegempaan yang potensial. Selain itu, terdapat juga ancaman dari utara berupa patahan busur belakang atau gempa patahan busur belakang (kerawanan dari utara). Kerawanan dari selatan menimbulkan gempat subduksi lempeng.
Kondisi itu, katanya, diperparah karena NTB diapit oleh jalur gunung api aktif. Khusus di NTB saja saat ini masih ada tiga gunung api tipe A aktif yakni gunung Rinjani, Tambora, dan gunung Sangiang yang sewaktu-waktu bisa mengeluarkan piroklastik, lava atau lahar.
“Di dunia ada sebanyak 500 gunung api, 400 di antaranya terdapat di Indonesia dan yang masih aktif sebanyak 129 buah. Di NTB yang masih aktif tiga gunung” katanya.
Pada sisi lain, gempa bumi juga menjadi awal yang baik bagi terbentuknya cebakan mineral berharga seperti emas, perak, dan tembaga. Hasil pergerakan dua lempeng menyebabkan gempa dalam hingga memicu peleburan bantuan dan menghasilkan sejumlah mineral seperti olivine, amphibole, kuarsa atau bahan tambang berharga seperti emas dan perak. “Allah itu juga Mahasempurna, pada sisi lain hasil dari kegiatan gempa bumi menghasilkan mineral berharga,” ujar Muhammadin.
Dijelaskannya, secara umum seberan gempa magnitude besar di NTB tercatat hamper merata tiap wilayah, 30 Mei 1979 terjadi pada koordinat 116 derajat atau sekitar wilayah Lombok Barat. Tahun 2004 juta terjadi hampir pada sekitar koordinat yang sama.
Di pulau Sumbawa, gempa tercatat terjadi 7 Agustus 2008 pada koordinat 117,30 derajat atau sekitar pulau Moyo. Pada 01 Desember gempa tercatat terjadi di sekitar wilayah Dompu. Gempa besar juga tercatat terjadi 11 Februari 1954 di sekitar Sangiang.
Gempa terbesar dalam waktu puluhan tahun lalu tercatat terjadi 30 Mei 1979 lalu di Lombok dengan kekuatan 6,1 SR atau VIII-IX skala MMI. Saat itu 29 meninggal, 29 luka berat dan 98 luka ringan. Gempa lainnya terjadi tahun 1977 terjadi di Sumbawa dengan kekuatan 6,1 SR dan kedalaman 33 km. Gempa ketika itu menyebabkan tsunami.
Dikatakannya, bangunan yang mengalami kerusakan parah umumnya terjadi karena konstruksi bangunan yang tidak benar, misalnya bagian rumah yang seharusnya ditopang oleh tiang beton, hanya ditopang oleh pasangan bata, besi sebagai tulang beton diganti dengan bambu.
Selain Muhammadin, penjelasan gempa juga disampaikan Kepala Seksi (Kasi) Mitigasi dan Bencana Geologi Distamben NTB, Kun Dwi Santoso, BE. Selain sejumlah pejabat Pemkot Bima, sosialisasi diikuti sejumlah lurah, camat. Kegiatan dibuka Sekda Kota Bima, Drs H Maryono Nasiman, MM. (BE.17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar