Minggu, 06 Desember 2009

Gempa Mengguncang, Warga Bima Trauma


Bima, Bimeks.-
Dua hari terakhir ini, gempa susulan terus terjadi. Masyarakat pun dihantui trauma. Pasien di RSUD Bima dan Puskesmas Bolo, misalnya. Mereka lari keluar ruangan saat gempa terjadi, bahkan di Bolo pasien tak mau dirawat dalam ruangan. Gempa pada terjadi Sabtu berkekuatan 4,3 Skala Richter (SR) di 56 kilometer (km) Timur Laut Raba dengan kedalaman 34 km.
Sejak Sabtu (5/12) sore hingga Minggu, pasien di Puskemas Bolo memilih dirawat di luar ruangan. Mereka membawa tempat tidur perawatan pasien di emperan Puskesmas.
Selain trauma dengan gempa 9 November lalu, mereka juga kuatir akan gempa susulan yang sulit diprediksi. Pasien dan keluarganya memilih berjaga dengan berada di luar ruangan.
Siti Nur, keluarga pasien mengaku, anaknya enggan dirawat di dalam ruangan. Meskipun gempa sudah tidak terjadi lagi dan terpaksa menurutinya.
Seorang pasien, Ahmad, mengaku untuk sementara berada di luar ruangan. Jangan sampai terjadi lagi gempa susulan yang lebih besar. “Daripada kuatir, lebih baik berada di luar dulu, sampai kondisi benar-benar aman,” katanya kepada Bimeks di Puskesmas Bolo, Minggu (6/12).
Pada Minggu sore kemarin, gempa susulan juga kembali terjadi. Sejumlah pasien di RSUD Bima panik dan berhamburan keluar ruangan. Tidak hanya mereka di ruangan ekonomi, tetapi juga VIP.
Mereka berlari membawa infus dan alat perawatan lainnya. Meski gempa hanya mengguncang dalam hitungan detik, namun cukup memicu trauma warga. Ada yang lari dan mengamankan diri di emperan ruangan. Tapi ada juga yang di halaman dengan menggelar tikar.
Informasi yang dihimpun, getaran gempa paling kuat dirasakan di Kecamatan Sape dan Langgudu, namun hingga kemarin belum ada korban jiwa maupun kerugian material yang dilaporkan.
Meski sudah kerap terjadi, pantauan Bimeks beberapa menit pascagempa hampir sebagian besar warga Rabadompu bertahan di luar rumah karena trauma dan kuatir adanya gempa susulan. Menurut pengakuan sejumlah warga, gempa juga dirasakan Jumat malam (4/12) sekitar pukul 21.00 Wita dan kembali dirasakan Minggu (6/12) sekitar pukul 15.15 Wita, sehingga meninggalkan kekuatiran mendalam bagi warga.
Warga Rabadompu, Ade, mengaku trauma dengan gempa yang terjadi hampir setiap hari sejak Jumat lalu. Untuk menghindari tertimpa bangunan, terpaksa begadang dan memilih beraktifitas di ruangan tamu jika terpaksa masuk ke dalam rumah. “Kalau tidur di dalam bisa berbahaya. Tidur di kamar tamu dan dekat pintu saja masih berbahaya kalau tidak cepat terbangun,” ujarnya.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima, I Nyoman Arga, menginformasikan, berdasarkan data pusat pencatat gempa, episentrum gempa tektonik Sabtu lalu terjadi pada koordinat 7.98 LS-118.9BT atau kilometer 56 Timur Laut Raba dengan Magnitude 4,3 Skala Rithcer (SR) dan kedalaman 34 kilometer.
Berdasarkan data BMKG, gempa juga dirasakan di pusat Kota Bima dengan kekuatan II-III Skala Mercalli-Cancani (MMI). Skala II MMI, dimana getaran dirasakan oleh orang saat diam sedangkan skala III, getaran dirasakan secara nyata di dalam rumah dengan ciri kendaraan yang berhenti agak bergerak. Getaran yang dirasakan seakan-akan ada sebuah truk yang lewat.
Gempa bumi tektonik disebabkan pergeseran di dalam bumi secara tiba-tiba. Gejala ini erat hubungannya dengan kegiatan vulkanik yang biasanya diikuti dengan pembentukan sesar-sesar baru. Ketegangan-ketegangan yang terjadi di dalam bumi akan mengaktifkan kembali sesar-sesar atau patahan lama yang sudah tidak aktif. Umumnya, gempa bumi besar disebabkan oleh pemecahan bantuan di dalam bumi yang segera diikuti usaha pengembalian ke kedudukan setimbang.
Secara umum gempa bumi tektonik di Indonesia disebabkan pergerakan dua patahan berbeda antara lempeng semuadara Indoaustrali dan lempeng benua Euresia. Keduanya saling bertumbukan dan mengalami penujaman.
Pelepasan tenaga di dalam bumi itu kemudian dirambatkan ke permukaan sebagai gelombang gempa, tenaga potensial yang ada diubah menjadi tenaga gerak. Munculnya guncangan susulan (after shock) menunjukkan bahwa usaha pengembalian ke bentuk setimbang tidak dapat dipenuhi seketika, melainkan secara bertahap. (BE.16/BE.17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar