Senin, 14 Desember 2009

MUI Prihatin Kasus Perkosaan

Kota Bima, Bimeks.-
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima prihatin terhadap berbagai kasus perkosaan dan asusila lainnya yang menimpa umat Islam akhir-akhir ini. MUI akan mengambil langkah kongkrit untuk langkah antisipatif, persuasif, dan proaktif. Hal itu diungkapkan Ketua III MUI Bidang Fatwa, H Ahmad, SAg, Senin (14/12).
“Kalau tidak secepatnya ditangani, saya rasa akan merebak luas hal yang sama di Kota Bima ini,” ujarnya di kantor Pemkot Bima.
Ahmad menilai, tindakan asusila yang dilakukan oleh oknum yang tidak beradab itu merupakan aib bagi umat Islam, akan tetapi secara personal adalah aib keluarga. Persoalan asusila oleh MUI merupakan tantangan tersendiri yang harus dijawab dengan sikap tegas. Saat ini, jangan lagi ada konsep materi yang terlalu banyak, tapi harus tampil dengan realitas dakwah untuk menyadarkan seluruh komponen masyarakat.
Mengenai dua kasus asusila yang santer dibicarakan masyarakat, Ahmad mengatakan, perzinahan dengan siapapun dalam Islam sudah jelas hukumnya haram. Perzinahan dalam hukum Islam konsekuensinya harus dirajam, akan tetapi Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, pihak penegak hukum dapat memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Katanya, sebagai bentuk suatu aksi dakwah dalam menyelamatkan umat, MUI akan menggandeng elemen Islam lainnya yaitu Nahdhatul Ulama (NU), Persis, PHBI, TPQ, Remas, Majelis Taklim, dan berbagai organisasi pemerintahan mengenai masalah agama dan sosial. Hal itu dilakukan sebagai bentuk menggalang persatuan diantara umat Islam dalam memerangi kemaksiatan.
Ahmad mengaku telah merancang metode dakwah pendekatan dengan praktis, yakni semua elemen dapat memahaminya. Seluruh remaja dari tingkat SMP MTS, SMA, SMK, dan MA, yang tidak sekolah juga akan didatangi. Bahkan, seluruh orang dewasa muslim, sehingga pada tata cara kehidupan dapat dibatasi dengan agama atau dalam bergaul akan mencerminkan sikap yang Islami.
Mengenai busana generasi muda saat ini, Ahmad akan merancang kerjasama dengan lembaga-lembaga seperti pendidikan. Untuk bentuk kerjasama MUI akan melakukan sosialisasi tata cara tentang busana Islami, sosialisasi itu akan dilakukan dengan membuat sebuah peringatan keras berdasarkan Quran dan Hadis.
Dinilainya, pergaulan muda-mudi di Kota Bima saat ini terlalu bebas, harus ada kerjasama dengan pihak pemerintah dengan aturan yang jelas dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
MUI akan menyosialisasikan batasan-batasan pergaulan, seperti berpegangan tangan dalam Islam. Dia mengingatkan dalam pergaulannya kaula muda tidak menyadari bahwa ada dosa yang dilakukan tetapi dianggap biasa. Salah satunya duduk berduaan dengan memadu kasih dan pandangan yang bukan muhrim.
“Mari kita cegah secara bersama kemungkaran. Eksekutif, legislatif, dan seluruh elemen masyarakat. Memerangi kemaksiatan bukan hanya tugas MUI saja. Ubah kemungkaran dengan kekuatan (pemerintah), lisan (ulama legislatif), diam (jangan berpihak dan berkelompok dengan pelaku maksiat),” ajaknya.
Sementara itu, Ketua MUI Kota Bima, Drs H Yasin Abubakar dikonfirmasi via HP menjelaskan, saat ini sedang membuat konsep dalam bentuk surat untuk Wali Kota Bima, Drs HM Nur A Latif, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Miras, asusila, dan lainnya.
Dia mengaku bahwa proses masih lama dan masih menunggu anggaran untuk sosialisasi ke masjid.
Mengenai kasus asusila yang melanda Kota Bima, hanya mengetahuinya melalui media massa. Persoalan itu bukan tugas pokok MUI, karena hanya memberikan masukan pada pemerintah, “Untuk mengurusnya ada lembaga lain,” ujarnya. (K02)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar