Senin, 14 Desember 2009

Habiskan Uang Jutaan demi Kepuasan Batin

Bagi sebagian besar masyarakat, mengurus bunga atau bonsai mungkin hanya akan menyedot tenaga dan menyebabkan pengeluaran semakin membekak. Apalagi, saat jaman serba krisis saat ini. Namun, tidak demikian bagi kelompok penggemar bonsai, mengurus tanaman itu justru bisa menciptakan kepuasaan tersendiri dan menjadi prioritas kedua. Seperti apa? Berikut catatan Fachrunnas.



Deretan pohon bunga bonsai tampak berjejer dan tersusun rapi pada rumah yang didominasi warna biru di RT/01/01 Kelurahan Nae milik Bambang Eka Santoso. Maklum saja sudah lebih dari satu tahun atlet bola voli itu menjadi salah satu penggemar bonsai. Ada yang mirip “si kribo”, diantara bunga itu juga tampak menjulang barugak mini yang bisa digunakan tamu yang melihat koleksi bonsai milik warga Nae itu,
Decak kagum sejumlah wartawan seolah saling bersahutan mengomentari keindahan sejumlah bonsai itu saat tiba di rumah anggota Persatuan Penggemar Bongsai Indonesia (PPBI), Sabtu (12/12) lalu. Beberapa diantaranya sibuk mengabadikan gambar pribadi mereka. “Udara panas di Bima rasanya bisa hilang setelah melihat bonsai-bonsai ini,” ujar salah satu wartawan. Bambang mengaku dari sejumlah koleksinya, ada beberapa yang berhasil mendapat pita saat kontes di Sumbawa dan baru diangkut kembali.
Diakui Bambang, dalam konteks itu PPBI Kota Bima menyabet tiga predikat juara dari tiga kelas kontes yang disiapkan panitia, masing-masing juara I kelas media, juara I kelas prospek, dan juara II kelas regional, jenis sansang, santigi, dan sainsimbur.
Dua diantara koleksi bongsai merupakan miliknya dan salah satunya milik Piter, rekan sesama anggota PPBI Kota Bima. “Dari 185 dan 14 bongsai yang kita bawa, hampir seluruh kelas kita dapat juara,” ujar Bambang.
Sebenarnya, penentuan juara dalam konteks bonsai itu bukan semata-mata didasarkan pada umur, penampilan, dan jenisnya. Namun, harus memenuhi banyak aspek penilaian, diantaranya toleransi atau kesesuaian batang dan ranting, karakter pohon yang harus unik dan sempurna. “Bonsai bukan identik dengan daun, tapi bagaimana menciptakan pohon dalam miniatur yang serasi dan sempurna,” katanya.
Bambang mengaku, kegemaran mengoleksi dan membentuk PPBI di Kota Bima berawal saat mengunjungi pameran bunga di Asi Mbojo, sekitar satu tahun lalu. Saat itu, niatnya untuk mengoleksi bunga ceper pun mulai bersemi hingga bunga berjejer di bagian halaman rumahnya. Sedikit demi sedikit koleksinya ditambah, sebagian besar bakal bunga dibeli dengan harga Rp7 juta hingga puluhan juta.
“Sebagian besar yang dikoleksi adalah jenis santigi karena pohon merupakan ciri khas pulau Sumbawa. Orang di Jawa saja datang mengambilnya di Bima dan melihat tanaman ini rasanya kita sangat puas,” katanya.
Diakuinya, sejak menjadi penggemar bonsai, sudah ada 4 kontes yang diikutinya, seluruh mendapat juara. Salah satunya dilaksanakan di Kabupaten Sumbawa pekan lalu. “Rencana tahun 2010 mendatang kita juga akan adakan di Kota Bima, levelnya nasional,” ujarnya.
Hampir sama dengan Bambang, anggota PPBI Kota Bima lainnya, Imran mengaku, mulai menggandrungi sejak puluhan tahun lalu, sebelum bonsai semakin tenar dalam masyarakat Bima. Sebagian koleksinya didominasi santigi dan beberapa kali menjuarai kontes.
Meski banyak menguras uang hingga puluhan juta, bagi Imran, mengurus dan merawat bonsai mampu memberikan kepuasan tersendiri. Umumnya, untuk biaya perawatan bonsai akan menyedot dana antara Rp7 juta hingga Rp12 juta saat massa pembentukan. Namun, jika dijual mencapai ratusan juta rupiah apalagi mendapat predikat juara.
“Sebenarnya tidak bisa dinilai dengan uang karena bonsai itu adalah seni. Harganya bisa mencapai ratusan juta, apalagi kalau calon pembelinya puas,” katanya.
Menurut Imran, tidak hanya sebagai tanaman hias dan kerdil yang sedap dipandang. Konon, santigi bisa penangkal ilmu hitam atau niat jahat orang luar dan ditakuti ular jika ditanam dan disimpan di rumah. “Tongkat Soekarno (mantan presiden RI) banyak yang cari, karena mistiknya. Tapi nggak ada yang tahu kalau tongkat itu dibuat dari kayu santigi yang dibuat waktu beliau berkunjung ke Bima. Selain ilmu hitam, ular juga takut santigi,” pungkasnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar