Senin, 21 Desember 2009

Larangan Meliput, Bisa Menambah Kecurigaan

Kota Bima, Bimeks.-
Insiden pengusiran wartawan oleh anggota DPRD Kota Bima dan sejumlah staf Setwan Sabtu (19/12) saat meliput evaluasi penggunaan anggaran dan kinerja sejumlah SKPD, disikapi serius Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Bima dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Mataram.
PWI Bima menilai upaya menutup-nutupi bisa menambah kecurigaan publik. Organisasi wartawan tertua di Indonesia ini akan bereaksi lebih tegas jika kejadian yang sama terulang pada masa mendatang, termasuk menempuh jalur hukum atau class action. Sementara AJI akan melayang surat protes kepada DPRD Kota Bima, karena kejadian itu melabrak amanah Undang-Undang (UU).
Ketua PWI Cabang Bima, Ir Khairudin M Ali, MAP, mengatakan, DPRD tidak semestinya membuat aturan sendiri melarang atau menghalangi tugas wartawan meliput kegiatan pembahasan anggaran, apalagi berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat.
“Kalau tuan-tuan di DPRD itu wakil rakyat, berbicara soal rakyat itu tidak ada yang tertutup. Jangan di tingkat daerah ini membuat aturan yang sendiri, kalau mereka di dalam sana berbicara soal rakyat, di pusat saja soal Century dan sidang rekaman percakapan dugaan suap KPK disiarkan langsung,” sorot Khairudin yang dihubungi wartawan di studio BimaFM, Senin (21/12).
Dikatakannya, semua pejabat publik termasuk DPRD, harus merespons positif era keterbukaan informasi saat ini. Apalagi, sudah dilegalkan dalam Undang-Undang (UU). Upaya Dewan menutup-nutupi akses wartawan meliput, justru akan mengundang kecurigaan publik terhadap ulah oknum legislator itu. “Posisi media mengambil peranan menyampaikan informasi dan tugas itu perintah Undang-Undang dalam rangka mendapat dan menyampaikan informasi kepada publik. Toh tidak ada rahasia negara di Dewan itu,” katanya.
Khairudin mengatakan, seperti yang diatur dalam UU Pokok pers Tahun 1999, siapapun yang berupaya menghalang-halangi tugas wartawan terancam pidana dan denda. Jika pun Wakil Ketua Banggar DPRD Kota Bima, HA Rahman, SE, beralasan mengusir wartawan karena kuatir wartawan salah persepsi dan menyebabkan persoalan membias, Dewan bisa menggelar konferensi pers dan menjelaskan penekanan-penekanan sejumlah persoalan yang dibahas.
“Jika di level mereka dianggap nggak paham, itu bukan. Itu bentuk otoriter saja, nuansa kepentingan pribadi lebih kental daripada kepentingan publik yang semestinya mereka perjuangkan. Wartawan hadir di tempat itu atas perintah Undang-Undang,” katanya.
Khairudin mengisyaratkan akan menyikapi serius jika peristiwa yang sama terulang lagi dan dialami wartawan. Termasuk menempuh jalur hukum atau class action. Apalagi, dalam UU Pokok Pers sudah tercantum secara jelas upaya menghalangi tugas wartawan merupakan bentuk pidana.
“Jika pun karena takut persoalan di Dinas Kelautan dan Perikanan, mengapa harus ditutup-tutupi. Toh publik dari awal sudah tahu, upaya menutup-tutupi justru akan menambah kecurigaan publik,” katanya. Sementara itu, Ketua AJI Kota Mataram, Abdul Latif Apriaman, juga mengisyaratkan hal yang sama. Dia menyikapi serius pengusiran tiga anggota AJI Kota Mataram dan satu wartawan tabloid itu, dengan melayangkan surat protes kepada DPRD Kota Bima. “Upaya menghalangi tugas wartawan itu sudah jelas pelanggaran Undang-Undang,” ujar Latif via telepon selular dari Mataram.
Dikatakannya, DPRD harus menjelaskan secara transparan alasan pengusiran terhadap sejumlah wartawan itu. “Kami berharap dari sekian anggota Dewan yang hadir saat pengusiran wartawan itu memiliki hati nurani,” ujarnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Sabtu (19/12) sejumlah wartawan tiba-tiba diusir saat meliput pembahasan anggaran dan evaluasi kinerja sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) oleh Badan Anggaran (Banggar) di Sekretariat DPRD Kota Bima, Sabtu (19/12).
Pengusiran itu dialami empat wartawan harian, masing-masing Fachruddin (Suara Mandiri), Fachrunnas (BimaEkspres), Dedy Darmawan (Amanat) dan wartawan Tabloid Bima Expose,  Wahyuddin.   Sekitar satu setengah jam meliput kegiatan pembahasan anggaran dan evaluasi kinerja SKPD, tanpa penjelasan seorang staf Setwan tiba-tiba mengusir wartawan. Saat itu hampir tanpa jeda, Wakil Ketua Banggar DPRD Kota Bima, HA Rahman H Abidin, SE “menginterogasi” Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Bima, Ir H Syarafuddin, MM, berkaitan dengan sejumlah proyek yang berasal dari DAK di dinas setempat.
“Wartawan tolong berhenti meliput, turun ke lantai bawah. Kalau mau meliput nanti saja,” kata staf Setwan itu ketus.
Pada bagian lain, Wakil Ketua Banggar DPRD Kota Bima, H A Rahman H Abidin yang dikonfirmasi wartawan mengganggap larangan meliput dan perintah agar meninggalkan ruangan pembahasan anggaran itu bukanlah sebagai bentuk pengusiran. “Kita tidak bermaksud mengusir, tapi Cuma takut wartawan salah tulis dan membias,” kilahnya.
Dihubungi terpisah, Ketua DPRD Kota Bima, Hj Fera Amelia, SE, mengaku kaget dengan pengusiran wartawan saat melaksanakan tugasnya itu. “Kok bisa diusir, tidak ada ketentuannya wartawan dilarang meliput, ini akan kita konfirmasikan dengan Wakil Ketua Banggar,” katanya. (BE.17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar