Kamis, 29 Oktober 2009

Tim Idaman Kritisi Alokasi APBD Rp2,5 M

Bima, Bimeks.-
Bagaimana kontroversi dana Rp2,5 miliar dalam pandangan Tim Advokasi IDAMAN CENTER? Menurut mereka, kontroversi Sekolah Tinggi Agama Islam Sultan Abdul Kahir (STAIS) Bima muncul karena ada alokasi anggaran APBD 2009 sebesar Rp2,5 miliar. Nah, ternyata dana sebesar itu dalam nomenklaturnya telah ditegaskan bukan untuk STAIS, melainkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Fakta seperti itu, kata Tim Advokasi IDAMAN CENTER, Bima Faturahman, SH, MH, seperti tertuang dalam APBD. Katanya, perlu merumuskan secara konkrit alokasi anggaran untuk seluruh kegiatan pembangunan atau bagi pembangunan sekolah lainnya. Jika terjadi penyimpangan penggunaan APBD, maka hukum harus bergerak.
Dicontohkannya, penambahan satu lokal Ruang Kegiatan Belajar (RKB) SDN A, B, atau sekolah lainnya pasti diterakan secara jelas sasaran dan tujuan anggarannya agar APBD Kabupaten Bima tidak disalahgunakan. Dengan demikian, ketika muncul pernyataan bahwa STAIS akan mendapat dana APBD 2009 sebesar Rp2,5 miliar, maka hampir seluruh anggota DPRD Kabupaten Bima periode 2004-2009 menyatakan keberatan. Mereka beranggapan bahwa itu adalah penyimpangan APBD.
Dikatakan Faturahman, jika muncul alokasi dana APBD 2009 sebesar Rp2,5 miliar untuk STAIS, yang dimiliki salah satu yayasan, maka hukum harus bertindak secepatnya demi menyelamatkan masyarakat, bangsa, dan negara.
Disamping itu, kata dia, jika melihat profil STAIS, maka soal ijinya operasional belajar mengajarnya dipertanyakan. Kemudian bentuk fakultasnya yang tidak lazim, sebab Sekolah Tinggi tidak memiliki fakultas-fakultas. Di seluruh Indonesia, Sekolah Tinggi dalam strukturnya tidak terdapat fakultas, kecuali STAIS.
Sebab, fakultas itu merupakan bagian struktural pada universitas atau institut. “Jadi, yang namanya fakultas itu hanya terdapat pada universitas atau pada institut saja,” terangnya di BTN Pepabri, Kamis (29/10).
Dipaparkannya, Badan Penyelenggara STAIS berbentuk yayasan yang didirikan oleh orang-orang atau badan, namun dalam brosur yang dibagikan oleh STAIS, dituliskan kampus itu adalah milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima. Sesungguhnya perlu dibedakan personal dalam struktur pemerintahan dan tidak bisa dicampuradukkan.
“Jaman demokrasi modern dengan bentuk ketatanegaraan seperti NKRI ini, tidak ada satu orang pun di Indonesia termasuk Bupati atau Wali Kota yang legal diakui sebagai personifikasi dari negara. Sehingga yayasan dan atau STAIS adalah tetap merupakan orang atau badan yang bukan pemerintah dan atau negara,” ujarnya.
Katanya, jika terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan anggaran negara, maka sepatutnyalah hukum bergerak, karena memanfaatkan uang negara sebesar Rp25 miliar untuk STAIS. (BE.16)

1 komentar:

  1. Memang poltik telah membawa sesuatu yang lazim menjadi tidak lazim atau sebaliknya. Mari kita tenggok ke belakang saat ini masalah sepele aza yang menyangkut Kab. Bima akan jadi rame baik masyarakat atau media lokal tapi coba tengok kota bima, massyaAllah bobroknya bukan main, siapa yang gak tau berseliwerannya calo CPNS, terus bagaiman uang 10M untuk jln Melayu - Kolo, lahan terminal akap yang sampe hari ini belum jadi2 nilainya lbh kurang 5M, mana lagi ya...., ada beberapa pngeboran air bersih yang sampe hari ini gak tau jntrungannya, nilainya lbih dari 600jt pertitik berarti kalo ada 5 titik aza nilainya bisa 3M, trus apa yang kau lakukan wahai para aktifis dan media...., apakah sudah terganjal keberanian kalian karena kelihaian Noli membuat tambalnya......

    BalasHapus