Rabu, 28 Oktober 2009

Ina Ka’u Mari Prihatin Carut-Marut Proses PTN

Kota Bima, Bimeks.-
Ketua Majelis Adat Bima, Siti Maryam R Salahudin, SH, mengaku sedih dengan carut-marutnya rencana pembangunan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Bima saat ini. Realisasi menghadirkan PTN itu, berbeda dengan saat pertama digagasnya dengan petinggi Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, beberapa tahun lalu.
“Dulu sudah disepakati kerjasamanya dengan Unpad, namun baru-baru ini muncul tiba-tiba STAIS. Saya kaget,” ungkap wanita 82 tahun yang akrab disapa Ina Ka’u Mari ini di Museum Samparaja, Selasa (27/10) malam.
Sesuai rencana awal saat itu, beber Maryam, Unpad akan membuka kelas khusus untuk membantu terwujudnya embrio PTN di Bima. Rencana itu juga disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima dan saat itu disepakati. Namun, beberapa waktu terakhir ini mendadak berubah.
Malah, yang ditonjolkan rencana menggagas STAIS Sultan Abdul Kahir sebagai embrio PTN. “Itu sama juga dengan awal berdirinya Unram untuk pertama kalinya membuka kelas khusus dari UGM,” katanya.
Menyusul gagalnya komunikasi dengan Pemkab Bima, alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu pun memilih menyampaikan rencana pembentukan PTN itu kepada Wali Kota Bima, Drs HM Nur A Latif. Saat itu disamput positif dan disetujui. Sesuai kesepakatan saat itu, pertengahan tahun 2009 lalu Pemkot Bima dan Kabupten Bima semestinya ke Bandung membahas rencana kerjsama (MoU) dengan Unpad. Namun, gagal tidak ada satupun pejabat yang ke sana saat itu. “Semestinya, ada kelanjutan pembahasan, tapi yang hadir dari Bima di Unpad saat itu hanya saya,” ujarnya.
Menurut Maryam, carut-marut atau kontroversi pembentukan PTN akan menyulitkan rencana itu. Bukan tidak mungkin PTN akan lebih dahulu digagas oleh Kabupaten Sumbawa, menyusul gagalnya rencana itu oleh para kepala daerah di Bima. Diisyaratkannya, hal itu juga akan berdampak menyulitkan rencana pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) karena kehadiran PTN merupakan salah satu embrio pembentukan sebuah provinsi. “Kalau sudah ada duluan di Sumbawa, nanti sangat tidak mungkin lagi bisa bangun di Bima, karena dalam satu provinsi hanya satu universitas negeri,” ingatnya.
Nah, ada saran dari wanita energik ini. Jika memang masyarakat Bima serius berharap pembentukan PPS, harus memberikan perhatian serius dengan rencana itu.
Saat itu, Maryam juga mengomentari kontroversi aliran anggaran Rp2,5 miliar Kabupaten Bima untuk yayasan Sultan Abdul Kahir. Ketua Yayasan Sultan Muhammad Salahuddin itu mengelarifikasi bahwa yayasan Sultan Abdul Kahir yang kini menaungi STAIS Bima berbeda dengan yayasan Muhammad Salahuddin. Yayasan M Salahuddin bergerak dalam bidang kebudayaan. Berbeda dengan Abdul Khair bergerak dalam pendidikan. “Jadi tidak bisa dikaitkan,” ujarnya. (BE.17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar