Minggu, 25 Oktober 2009

Mukhtar Yasin Kembali Pimpin PBB Kota Bima

Kota Bima, Bimeks.-
Setelah melalui proses pemlihan ketat, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Bulan Bintang (PBB) Kota Bima, Drs Mukhtar Yasin, MAP, kembali terpilih memimpin PBB Kota Bima dalam Musyawarah Cabang (Muscab) Partai itu di Sultan Square Bima, Sabtu (24/10). Awalnya bursa calon Ketua DPC PBB Kota Bima diikuti tiga orang, termasuk Drs H Mukhtar, Sekjen DPC, M Salahudin dan M Tamrin, SH. 
Namun, di tengah proses pemilihan itu, Sekjen DPC M Salahudin mengundurkan diri. Drs Muhtar terpilih secara mutlak mengalahkan M Tamrin. 
Selain seluruh pengurus ranting dan kelurahan, Muscab PBB juga dihadiri Wali Kota Bima, Drs HM Nur A Latif, Wakil Wali Kota Bima, H Qurais H Abidin, puluhan anggota DPRD Kota Bima, dan sejumlah pengurus Parpol. 
Dalam sambutannya Muktar mengatakan, selama ini kader PBB telah menunjukkan kiprah luar biasa sejajar dengan partai besar lainnya, bahkan meraih dukungan suara cukup besar dalam beberapa periode Pemilu. Khusus di Kota Bima, PBB bersama koalisi bersama partai lain berhasil mengusung Drs HM Nur A Latif dan H Qurais H Abidin menjadi Wali dan Wakil Wali Kota Bima. “Selama ini keberadaan partai kita tidak bisa dilihat sebelah mata, itu semua berkat kerja keras kita bersama dari pengurus dan seluruh kader,” katanya. 
Dikatakannya, pasca-Muscab itu, sesuai jadwal PBB akan melaksanakan rapat kerja (Raker), diantaranya menentukan dari awal sejumlah kader yang akan maju dalam Pemilu tahun 2014 mendatang. “Untuk mengimbangi posisi politik sekarang, siapa saja kader yang akan maju tahun 2014 mendatang akan kita jaring lebih awal tahun 2010,” katanya.
Kata Mukhtar, ada beberapa penekanan yang harus dilakukan seluruh kader partai untuk meraih dukungan masyarakat, diantaranya meningkatkan silaturahmi dengan seluruh elemen, tidak hanya masyarakat atau pemerintah namun juga partai pesaing. 
  Ketua DPW PBB NTB, H Lalu Mahrip, SE, MM, mengingatkan seluruh pengurus dan kader PBB agar serius dan melakukan sejumlah upaya menarik perhatian masyarakat untuk memastikan partai masuk parliamentry threshold tahun 2014. Apalagi, dalam beberapa waktu terakhir perolehan suara partai itu mulai menurun. Khusus di Kabupaten Sumbawa Barat dalam Pileg awal tahun 2009 lalu, PBB tak mendapat jatah satu kursi pun, sedangkan Kota Bima hanya dua kursi. Meski jumlah itu masih tetap jika dibandingkan dengan pemilu periode sebelumnya, tidak menutup kemungkinan mengalami degradasi. “Banyak cara yang dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan silaturahmi dengan pihak manapun,” ujar Mahrip.
  Diakuinya, meski perolehan kursi PBB di Dewan cenderung menurun, pada bagian lain sejumlah figur kepala daerah yang diusung dengan koalisi bersama partai lain dapat melangkah dengan mulus meraup dukungan terbanyak. Contohnya, dalam Pemilu Kota Bima tahun 2008 lalu. Hasil yang sama puncaknya, dalam Pilkada NTB berhasil mengantar Zainul Majdi-Badrul Munir sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB saat berkoalisi bersama PKS. “Meksipun di sejumlah daerah atau di tingkat pusat jumlah perolehan suara kita tidak sebanyak partai lain, beberapa figur yang kita usung keluar sebagai pemenang,” ujarnya.
  Sementara itu, Wali Kota Bima, Drs HM Nur A Latif mengatakan, eksistensi PBB telah lahir sejak lama bahkan saat Orde Lama. Saat itu PBB merupakan Partai Masyumi menempati urutan kedua dalam perolehan suara. “Tidak hanya secara nasional, berdasarkan catatan sejarah di Bima juga merupakan salah satu basis Masyumi, orang tua saya sendiri adalah orang Masyumi,” ujar Nur Latif. 
  Nur Latif mengingatkan, lepas dari sejumlah persoalan internal atau persaingan politik, PBB harus bisa mempertahankan ekstensinya dalam ikut membangun demokrasi. Sebagai partai berasaskan Islam, seluruh kader harus bisa menunjukkan perilakunya sesuai tergambar dalam tujuan atau landasan partai itu. “Jangan sampai menyatakan diri sebagai anggota partai PBB, tapi nggak shalat. Tidak meneggakkan syariat Islam, tidak boleh seperti itu,” katanya.
Digambarkannya, kondisi politik Indonesia saat ini berkembang pesat. Hal itu setidaknya ditandai dengan banyak partai peserta Pemilu tahun 2009 lalu. Sebenarnya, dinamika itu merupakan awal yang baik, hanya saja pada bagian lain berpengaruh kurang baik terhadap pembangunan maupun masyarakat. “Kalau di negara maju, partainya hanya sedikit paling satu, dua ditambah dari independen. Tapi kalau di Indonesia Pemilu dulu saja sudah ada 34 partai, akhirnya yang ada saling kejar kekuasaan dan dapat dukungan saja” katanya. (BE.17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar